KEBIJAKAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (SBI)
Oleh :
SRI WAHYUNI
A. Pendahuluan
Menyadari akan pentingnya pendidikan yang berkualitas bagi bangsa
Disamping diamanatkan dalam UU Sisdiknas, dasar penyelenggaraan Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional (SBI) juga berlandaskan pada ketentuan lainnya sebagai berikut :
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 mengatur perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dalam Pasal 61 Ayat (1) menyatakan bahwa: Pemerintah bersama-sama pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan sekurang-kurangnya satu sekolah pada jenjang pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi sekolah bertaraf internasional.
3. Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009 menyatakan bahwa untuk meningkatkan daya saing bangsa, perlu dikembangkan sekolah bertaraf internasional pada tingkat kabupaten/kota melalui kerjasama yang konsisten antara pemerintah dengan pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan.
Respon masyarakat terhadap Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional (SBI) cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya lembaga pendidikan yang mengajukan proposal untuk dapat menyelengarakan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), dan banyaknya siswa didik yang berminat mendaftar di SBI yang telah ada. Menurut Suyanto, Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional (Kompas, 10 Juni 2009), saat ini telah terdapat sekitar 1.000 rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), mulai dari jenjang sekolah dasar hingga sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan di Indonesia. Meski demikian keberadaan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) ini banyak pula menuai kritik baik dari banyak pihak.
B. Konsepsi dan Penjaminan Mutu Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), seperti dijelaskan dalam Kebijakan Depdiknas Tahun 2007 Tentang “Pedoman Penjamin Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah”, merupakan sekolah/madrasah yang sudah memenuhi seluruh Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu negara anggota Organization for Economic Co-operation and Development dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan sehingga memiliki daya saing di forum internasional. Pada prinsipnya, Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) harus bisa memberikan jaminan mutu pendidikan dengan standar yang lebih tinggi dari Standar Nasional Pendidikan.
Esensi dari rumusan konsepsi Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional (SBI) tersebut bisa dijabarkan dengan SNP+X. SNP memiliki makna Sekolah/Madrasah yang sudah memenuhi seluruh Standar Nasional Pendidikan yaitu Sekolah/Madrasah yang sudah melaksanakan standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian. Dan X (OECD) memiliki makna “diperkaya dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan”. Adapun prosesnya dapat dilaksanakan melalui dua cara sebagai berikut:
a. Adaptasi yaitu penyesuaian unsur-unsur tertentu yang sudah ada dalam Standar Nasional Pendidikan dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan; dan
b. Adopsi yaitu penambahan unsur-unsur tertentu yang belum ada dalam Standar Nasional Pendidikan dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan.
OECD merupakan organisasi internasional untuk membantu pemerintahan negara-negara anggotanya menghadapi tantangan globalisasi ekonomi. OECD berlokasi di Paris Perancis. Secara historis, Konvensi OECD pada awalnya ditandatangani hanya oleh beberapa negara pada tanggal 14 Desember 1960. Sejak saat itu sampai sekarang ini sebanyak 30 negara telah menjadi anggota dan telah menyerahkan instrumen ratifikasi ke OECD, yaitu: Australia: 7 June 1971; Austria: 29 September 1961; Belgium: 13 September 1961; Canada: 10 April 1961; Czech Republic: 21 December 1995; Denmark: 30 May 1961; Finland: 28 January 1969; France: 7 August 1961; Germany: 27 September 1961; Greece: 27 September 1961; Hungary: 7 May 1996; Iceland: 5 June 1961; Ireland: 17 August 1961; Italy: 29 March 1962; Japan: 28 April 1964; Korea: 12 December 1996; Luxembourg: 7 December 1961; Mexico: 18 May 1994; Netherlands: 13 November 1961; New Zealand: 29 May 1973; Norway: 4 July 1961; Poland: 22 November 1996; Portugal: 4 August 1961; Slovak Republic: 14 December 2000; Spain: 3 August 1961; Sweden: 28 September 1961; Switzerland: 28 September 1961; Turkey: 2 August 1961; United Kingdom: 2 May 1961; United States: 12 April 1961. Dalam bulan Mei 2007, negara-negara anggota OECD menyetujui untuk mengundang Chile, Estonia, Israel, Russia dan Slovenia guna mendiskusikan kemungkinan menjadi negara anggota. Hal yang sama juga ditawarkan untuk memperluas kemungkinan keanggotaan kepada
Daya saing di forum internasional, seperti dijelaskan dalam Kebijakan Depdagri Tahun 2007 tersebut, memiliki makna bahwa siswa dan lulusan Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional (SBI) antara lain dapat: (a) melanjutkan pendidikan pada satuan pendidikan yang bertaraf internasional, baik di dalam maupun di luar negeri; (b) mengikuti sertifikasi bertaraf internasional yang diselenggarakan oleh salah satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan; (c) meraih medali tingkat internasional pada berbagai kompetisi sains, matematika, teknologi, seni, dan olah raga; dan (d) bekerja pada lembaga-lembaga internasional dan/atau negara-negara lain.
Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional (SBI) juga diarahkan agar memiliki karakteristik keunggulan yang ditunjukkan dengan pengakuan internasional terhadap proses dan hasil atau keluaran pendidikan yang berkualitas dan teruji dalam berbagai aspek. Pengakuan internasional ditandai dengan penggunaan standar pendidikan internasional dan dibuktikan dengan hasil sertifikasi berpredikat baik dari salah satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan.
Agar penyelenggara Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional (SBI) memiliki persepsi yang sama terhadap mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional (SBI) serta dapat menjabarkannya secara operasional di lapangan, Departemen Pendidikan Nasional telah menetapkan standar penjaminan mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional (SBI) dalam tabel di bawah ini :
Tabel Ikhtisar Penjaminan Mutu
Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional (SBI)
No | Obyek Penjaminan Mutu (unsur Pendidikan dalam SNP) | Indikator Kinerja Kunci Minimal (dalam SNP) | Indikator Kinerja Kunci Tambahan sebagai (x-nya) |
I | Akreditasi | Berakreditasi A dari BAN-Sekolah dan Madrasah | Berakreditasi tambahan dari badan akreditasi sekolah pada salah satu lembaga akreditasi pada salah satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keung-gulan tertentu dalam bidang pendidikan |
II | Kurikulum (Standar Isi) dan Standar Kompe-tensi lulusan | Menerapkan KTSP | Sekolah telah menerapkan system administrasi akademik berbasis teknologi Informasi dan Komu-nikasi (TIK) dimana setiap siswa dapat meng-akses transkipnya masing-masing. |
Memenuhi Standar Isi | Muatan pelajaramn ( | ||
Memenuhi SKL | Penerapan standar kelulusan yang setara atau lebih tinggi dari SNP | ||
Meraih mendali tingkat internasional pada berbagai kompetensi sains, matematika, teknologi, seni, dan olah raga. | |||
III | Proses Pembelajaran | Memenuhi Standar Proses | · Proses pembelajaran pada semua mata pelajaran telah menjadi teladan atau rujukan bagi sekolah lainnya dalam pengembangan akhlak mulia, budi pekerti luhur, kepribadian unggul, kepemimpinan, jiwa kewirausahaan, jiwa patriot, dan jiwa inovator · Proses pembelajaran telah diperkaya dengan model-model proses pembelajaran sekolah unggul dari salah satu negara diantara 30 negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya. · Penerapan proses pembelajaran berbasis TIK pada semua mapel · Pembelajaran pada mapel IPA, Matematika, dan lainnya dengan bahasa Inggris, kecuali mapel bahasa |
IV | Penilaian | Memenuhi Standar Penilai-an | Sistem/model penilaian telah diperkaya dengan system/model penilaian dari sekolah unggul di salah satu negara diantara 30 negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnnya. |
V | Pendidik | Memenuhi Standar Pen-didik | · Guru sains, matematika, dan teknologi mampu mengajar dengan bahasa Inggris · Semua guru mampu memfasilitasi pem-belajaran berbasis TIK · Minimal 20% guru berpendidikan S2/S3 dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A |
VI | Tenaga Kependidikan | Memenuhi Standar Tenaga Kependidikan | Kepala sekolah berpendidikan minimal S2 dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A Kepala sekolah telah menempuh pelatihan kepala sekolah yang diakui oleh Pemerintah Kepala sekolah mampu berbahasa Inggris secara aktif Kepala sekolah memiliki visi internasional, mampu membangun jejaring internasional, memiliki kompetensi manajerial, serta jiwa kepemimpinan dan enterprenual yang kuat |
VII | Sarana Prasarana | Memenuhi Standar Sarana Prasarana | Setiap ruang kelas dilengkapi sarana pembelajaran berbasis TIK Sarana perpustakaan TELAH dilengkapi dengan sarana digital yang memberikan akses ke sumber pembelajaran berbasis TIK di seluruh dunia Dilengkapi dengan ruang multi media, ruang unjuk seni budaya, fasilitas olah raga, klinik, dan lain-lain. |
VIII | Pengelolaan | Memenuhi Standar Penge-lolaan | Sekolah meraih sertifikat ISO 9001 versi 2000 atau sesudahnya (2001, dst) dan ISO 14000 Merupakan sekolah multi kultural Sekolah telah menjalin hubungan “sister school” dengan sekolah bertaraf/berstandar internasional diluar negeri Sekolah terbebas dari rokok, narkoba, kekerasan, kriminal, pelecehan seksual, dan lain-lain Sekolah menerapkan prinsip kesetaraan gender dalam semua aspek pengelolaan sekolah |
IX | Pembiayaan | Memenuhi Standar Pem-biayaan | Menerapkan model pembiayaan yang efisien untuk mencapai berbagai target indikator kunci tambahan |
C. Kritik terhadap Kebijakan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
Tujuan utama penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) adalah upaya perbaikan kualitas pendidikan nasional, khususnya supaya eksistensi pendidikan nasional
Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional (SBI) dibiayai oleh Pemerintah Pusat sebesar 50%, Pemerintah Propinsi sebesar 30%, dan Pemerintah Kabupaten/Kota sebesar 20%. Untuk setiap sekolah rintisan SBI, Pemerintah Pusat memberikan subsidi dana antara Rp. 250 juta hingga Rp. 300 juta rupiah setiap tahun. Jumlah yang diterima berbeda setiap sekolah sesuai kriteria yang ditetapkan pemerintah. Namun, sekolah rintisan nantinya harus berkembang menjadi Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Dengan kondisi yang ada, pemerintah juga mengizinkan sekolah-sekolah itu menerapkan iuran sekolah.
Sejak kebijakan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) digulirkan, pemerintah menuai pujian dan juga kritikan, baik itu pujian bahwa kebijakan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) merupakan langkah maju untuk memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia, maupun kritikan bahwa konsep ini tidak didahului dengan studi secara mendalam.
Ada beberapa hal yang dapat kita jadikan sebagai bahan pertimbangan untuk mengkritisi kebijakan pemerintah tentang Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) tersebut, yaitu :
1. Potensi terjadi Sistem Pendidikan yang Bersifat Diskriminatif, Eksklusif.
Seleksi penerimaan yang ketat dan terbatas serta adanya kewenangan lembaga penyelenggara Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) menarik iuran dari siswa, hanya akan melahirkan konsep pendidikan yang diskriminatif dan ekslusif. Berbagai macam fasilitas dan kesempatan yang ada di Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) seolah-olah hanya diperuntukkan bagi siswa yang memiliki kecerdasan unggul dan kemampuan ekonomi yang baik. Seharusnya setiap warga negara berhak mendapatkan kesempatan dan fasilitas pendidikan yang sama dan merata.
2. Potensi terjadi kesenjangan antara lembaga pendidikan
Adanya berbagai subsidi dan bantuan berbagai macam fasilitas dari pemerintah yang diterima Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) juga akan berpotensi menciptakan kesenjangan dengan sekolah-sekolah bukan bertaraf internasional. Kewenangan yang diberikan pemerintah terhadap Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) untuk menarik iuran siswa bertolak belakang dengan kewajiban sekolah-sekolah bukan bertaraf internasional untuk menyelenggarakan sekolah gratis. Ini juga akan menambah tingkat kesenjangan. Apalagi saat ini sebagian besar kondisi infrastruktur dan fasilitasnya sekolah-sekolah yang ada di
3. Potensi terjadi komersialisasi pendidikan
Kewenangan yang diberikan pemerintah pada Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) untuk menarik iuran siswa juga berpotensi melahirkan komersialisasi pendidikan kepada para pelanggan jasa pendidikan, semisal masyarakat, siswa atau orang tua. Indikasi ini nampak ketika Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) menarik puluhan juta kepada siswa baru yang ingin masuk Sekolah Bertaraf Internasional. Hal ini dilakukan dengan dalih bahwa sekolah bertaraf internasional membutuhakan kelengkapan sistem pembelajaran yang mengacu pada negara anggota OECD, menggunakan teknologi informasi canggih, bilingual, dan lain-lain.
4. Konsep SNP+X kurang jelas
Faktor X dalam rumusan konsepsi Sekolah Bertaraf Internasional (SNP+X) tidak memiliki arah dan tujuan yang jelas. Sebab, konsep ini tidak menjelaskan lembaga/negara tertentu yang harus diadaptasi/diadopsi standarnya, dan faktor apa saja yang harus ditambah/diperkaya/dikembangkan/diperluas/diperdalam. Apakah sistem pembelajaran bahasanya, teknologinya, ekonominya, dan lain-lain. Sehingga ini bias saja hanya merupakan strategi agar target yang hendak dikejar menjadi longgar dan sulit untuk diukur.
5. Tujuan pendidikan yang misleading
Selama ini siswa Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dihadapkan pada 2 kiblat ujian, yakni UNAS dan
Satria Dharma mengatakan bahwa jika yang hendak dituju adalah peningkatan kualitas pembelajaran dan output pendidikan, maka mengadopsi atau berkiblat pada sistem ujian
6. Konsep Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) cenderung lebih menekankan pada alat daripada proses.
Indikasi ini nampak ketika penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) lebih mementingkan alat/media pembelajaran yang canggih, bilingual sebagai medium of instruction, berstandar internasional, daripada proses penanaman nilai pada peserta didik. Prof Djohar (2006) menyatakan bahwa tuntutan pendidikan global jangan diartikan hanya mempersoalkan kedudukan pendidikan kita terhadap rangking kita dengan negara-negara lain, akan tetapi harus kita arahkan kepada perbaikan pendidikan kita demi eksistensi anak bangsa kita untuk hidup di alam percaturan global, dengan kreativitasnya, dengan EI-nya dan dengan AQ-nya, dan dengan pengetahuannya yang tidak lepas dari kenyataan hidup nyata mereka.
7. Konsep ini berangkat dari asumsi yang salah tentang penguasaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dan hubungannya dengan nilai TOEFL. Penggagas mengasumsikan bahwa untuk dapat mengajar hard science dalam bahasa Inggris maka guru harus memiliki TOEFL >500. Padahal tidak ada hubungan antara nilai TOEFL dengan kemampuan mengajar hard science dalam bahasa Inggris. Skor TOEFL yang tinggi belum menjamin kefasihan dan kemampuan orang dalam menyampaikan gagasan dalam bahasa Inggris. TOEFL lebih cenderung mengukur kompetensi seseorang, padahal yang dibutuhkan guru sekolah bilingual adalah performance-nya, dan performance ini banyak dipengaruhi faktor-faktor non-linguistic.
8. Kebijakan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) bertolak belakang dengan otonomi sekolah dan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Bergulirnya otonomi sekolah melahirkan sistem Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Menurut Prof. Djohar (2006), MBS digunakan sebagai legitimasi untuk menentukan kebijakan sistem pembelajaran di sekolah. Sekolah memiliki kemerdekaan untuk menentukan kebijakan yang diambil, termasuk kemerdekaan guru dan siswa untuk menentukan sistem pembelajarannya. Sedangkan dalam Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), sekolah masih dibelenggu dengan sistem pembelajaran dari negara lain.
D. Kesimpulan dan Saran
Dari kajian di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) merupakan upaya pemerintah untuk memperbaiki kualitas pendidikan
Upaya pemerintah menyelenggarakan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) tersebut merupakan upaya yang mulia dan patut mendapat apresiasi kita semua. Dan tentunya tidak ada satu pun warga bangsa yang tidak berkeinginan agar pendidikan nasional kita mengalami kemajuan dan sejajar dengan pendidikan di negara-negara maju lainnya. Akan tetapi sebagai sebuah produk kebijakan yang relatif baru, Kebijakan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) tentunya tidak lepas dari berbagai macam kelemahan. Dalam perjalanannya kebijakan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) tampak mulai terlihat berbagai kelemahan, baik secara konseptual maupun sistem pembelajarannya. Untuk itu perlu kiranya pemerintah mengkaji dan mengevaluasi kembali konsep Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) yang sedang berjalan ini agar dilakukan perbaikan-perbaikan.
Beberapa hal berikut dibawah ini merupakan sumbang saran bagi evaluasi dan perbaikan kebijakan Sekolah Bertaraf Internasional di masa yang akan datang.
Pertama, Konsepsi Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) seharusnya merupakan konsep yang terintegrasi secara gradual dengan konsep Sistem Pendidikan Nasional kita. Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) seharusnya bukan merupakan konsep yang terpisah, bahkan ada indikasi bertolak belakang dari Sistem Pendidikan Nasional yang sedang kita jalani. Berbagai macam potensi negatif yang ditimbulkan oleh kebijakan Sekolah Bertaraf Intenasional (SBI) seperti potensi diskriminatif, eksklusif, komersialisasi dan kesenjangan antar lembaga pendidikan, karena konsepsi Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) merupakan konsepsi tersendiri dan terpisah dengan konsep Sistem Pendidikan Nasional. Kebijakan yang diterapkan dalam Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) banyak yang bertolak belakang dengan kebijakan yang diterapkan pada Sekolah bukan Bertaraf Internasional, seperti kebijakan kewenangan menarik iuran siswa dengan kebijakan sekolah gratis, dan juga adanya kesenjangan pemberian subsidi dan fasilitas yang diberikan kepada Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dan Sekolah bukan Bertaraf Internasional. Seharusnya keinginan pemerintah untuk memperbaiki kualitas pendidikan nasional agar sejajar dengan negara-negara maju berlaku untuk semua sekolah dan jenjang sekolah yang ada, bukan hanya pada sekolah tertentu saja. Semua ini bisa tercapai bila konsepsi Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) merupakan konsepsi yang terintegrasi secara gradual dengan konseps Sistem Pendidikan Nasional kita.
Kedua, Faktor X dalam rumusan konsepsi Sekolah Bertaraf Inetrnasional (SBI) diperjelas dan bukan merupakan konsep pilihan penyelenggara Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Pemerintah harus mampu merumuskan sendiri faktor X dalam rumusan konsepsi Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) yang menjadi arah dan target bagi penyelenggara Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Rumusan faktor X yang disusun pemerintah sendiri dalam konsepsi Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) bukan hanya menjadikan sekolah-sekolah kita sejajar dengan sekolah-sekolah di negara maju, tetapi juga sesuai dengan karakter dan jati diri bangsa
Ketiga, Faktor X dalam rumusan konsepsi Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) yang disusun sendiri oleh pemerintah juga merupakan bagian yang terintegrasi secara gradual dengan Sistem Pendidikan Nasional kita. Faktor X ini juga menjadi arah dan target untuk semua sekolah dan jenjang sekolah yang ada di
Keempat, Hal-hal yang terkandung dalam konsepsi Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) yang belum selaras dengan konsepsi Sistem Pendidikan Nasional kita seperti kebijakan Otonomi dan Manajemen Berbasis Sekolah dan kebijakan lainnya harus diselaraskan.
Dan yang terakhir, yang harus kita lakukan terhadap Sistem Pendidikan Nasional kita bukan hanya meniru pada apa yang negara-negara maju lakukan terhadap Sistem Pendidikan Nasional mereka, tetapi yang harus kita lakukan adalah bagaimana kita melakukan dengan apa yang kita punya untuk menghasilkan lulusan sekolah-sekolah kita sejajar dan lebih baik dari lulusan sekolah-sekolah negara lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2007. Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Anonim, 2006. Rencana Startegis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Anonim, 2006. Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. WIPRESS
Djohar. 2006. Pengembangan Pendidikan Nasional Menyongsong Masa Depan.
http/www.satriadharma.wordpress.com